Rabu, 01 Juni 2011

The Father's eyes

Bob Richards, Perintis pole-vault champion,
Ada seorang anak laki-laki kurus yang begitu mencintai sepak bola dengan segenap hatinya. Latihan demi latihan, ia jalani dengan sangat tekun. Tetapi oleh karena ukuran tubuhnya yang hampir separuh lebih kecil dari teman sebayanya, ia tidak pernah bertanding kemanapun. Di semua pertandingan yang ada, remaja yang mempunyai impian besar ini hanya duduk di bangku saja dan hampir tidak pernah bermain utk pertandingan.
Anak ini tinggal bersama ayahnya, dan keduanya sangat dekat. Walaupun ia hanya duduk di bangku di setiap pertandingan, ayahnya selalu hadir utk melihat dan memberi nya semangat. Sang ayah tidak pernah melewatkan satu pertandingan pun.

Anak muda ini masih bertubuh paling kecil di kelas saat masuk SMA. Tetapi ayahnya selalu memberi dukungan padanya, dan juga menjelaskan bahwa ia boleh untuk tidak bermain sepak bola lagi bila ia tidak menginginkannya. Tetapi, anak muda itu sangat menyukai sepak bola dan memutuskan utk tetap berlatih. Ia bertekad utk tetap berlatih sebaik mungkin dlm latihan, dan berharap ia bisa bermain ketika menjadi senior nanti.

Melewati masa-masa SMA nya, ia tidak pernah absen dalam semua latihan maupun pertandingan, yang tetap tinggal duduk di bangku pertandingan selama 4 tahun. Ayahnya yang setia selalu berdiri disana dg kata-kata penyemangat utk mendukung dia.

Ketika memasuki bangku kuliah, ia memutuskan utk masuk dlm tim sepak bola sebagai pemain cadangan. Semua orang percaya ia tidak akan diterima, tetapi kenyataannya tidak. Pelatih tetap memasukan namanya dalam daftar karna ia selalu memberikan hati dan jiwanya dlm setiap latihan, dan juga selalu mendorong pemain yg lain dg semangat yg meluap-luap yang hampir tidak diperlukan mereka.

suatu hari, anak muda itu segera pergi mencari telepon terdekat utk menelepon ayahnya dan memberi tahu bahwa ia telah bertahan sekian lama dan keanggotaannya akan usai karna tahun ini adlh tahun akhir keanggotaan senior. Ayahnya juga menceritakan kabar menggembirakan dimana ia telah mengirimkan tiket pertandingan kampus utk semua musim.

Anak muda yg gigih ini tdk pernah melewatkan 1 latihan pun selama 4 tahun kuliah, namun demikian, ia tetap tidak  pernah bermain sekalipun dlm pertandingan. Dan kini  adlah tahun terakhir utk sepak bola senior.

Ketika ia pemanasan dg berlari-lari kecil di lapangan sesaat sebelum pertandingan dimulai, pelatih menghampirinya dgn sebuah telegram ditangan.

Anak muda itu membacanya dan terdiam mematung. Terasa sulit untuk menelan air liur, ia menggumam kecil pada sang pelatih, "Ayah saya meninggal dunia pagi ini. Boleh kah saya diizinkan utk tidak berlatih hari ini?"

Sang pelatih meletakkan tangannya dg perlahan di bahunya dan berkata, "Beristirahatlah minggu ini. Dan jgn pernah merencanakan utk kembali di pertandingan hari Sabtu."

Hari sabtu telah tiba, dan pertandingan berlangsung buruk. Di kuarter ketiga, ketika team ketinggalan 10 point, anak muda itu dg diam-diam bergerak ke lemari loker dan mengambil pakaian olahraganya. Saat ia berlari keluar, pelatih dan pemain terkejut melihat pemain setia mereka kembali begitu cepat. "Pelatih, tolong biarkan saya bermain. Saya hanya akan bermain untuk hari ini" pinta anak muda tersebut. Pelatih semula berniat utk mengacuhkannya. Tidak ada alasan ia mengizinkan pemain terburuknya bermain dlm pertandingan besar penutup akhir tahun. Tetapi anak itu tetap bersikukuh, dan akhirnya karena merasa bersalah pada anak muda itu, pelatih membolehkannya. "Baiklah," katanya. "Kamu boleh masuk lapangan."

Utk waktu yg lama, pelatih, pemain-pemain, dan semua yg hadir tidak percaya dg apa yang mereka lihat. Ini tidak masuk akal, dia yg belum pernah bertanding sebelumnya bisa bermain dg baik. Tim lawan tidak mampu menghentikan pergerakan dia. Ia berlari, mengoper, memblok , dan men-tackle seperti bintang. Tim nya mulai menuju kemenanganan. Skor sekarang seimbang. Di menit-menit terakhir pertandingan, anak ini melakukan intercept sebuah operan jauh dan berlari gesit menggolkan bola di gawang lawan.

Semua fans lega.

Teman-teman timnya mengangkat dia di atas pundak mereka, mengelu-elukan ia. Belum pernah ia diperlakukan seperti demikian selama ini.

Setelah bangku penonton kosong dan para pemain mandi, pelatih memperhatikan anak muda yang terduduk diam di sudut kiri loker sendirian. Sang pelatih mendatangi dan berkata,", aku tidak percaya dengan semuanya tadi. Kamu begitu luar biasa! Katakan padaku apa yang terjadi pada mu? Bagaimana kamu melakukan semua itu?"

Ia menatap sang pelatih, dengan menitikan air mata dan berkata, "Pelatih, kamu tahu ayahku telah meninggal dunia, tapi apakah kamu tahu kalau ayahku itu buta?" anak muda itu sulit menelan air liur dan dengan senyum yg sedikit terpaksa melanjutkan perkataannya, "Ayah datang di semua pertandinganku, tetapi hari ini adalah pertama kalinya ia bisa melihat saya bermain, dan saya ingin menunjukan padanya saya bisa melakukannya dg baik!"

Friends, what does the story mean??

Like the young man's father, God is always there cheering for us. He's always reminding us to go on. He's even offering us His hand for He knows what is best, and is willing to give us what we need and not simply what we want. God has never missed a single game. What a joy to know that life is meaningful if lived for the Highest. Live for HIM for He's watching us in the game of life!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar